antaranews.com |
“Let a New Asia and a new Afrika be Born,” demikian ungkapan Soekarno
pada Senin 18 April 1955 usai diperdengarkannya lagu “Indonesia Raya”,
Konferensi Asia Afrika diresmikan. Pada 1955 pula telah diresmikan dua
organisasi pers mahasiswa, Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia (IWMI)
dan Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI) di Kaliurang, Jawa Tengah.
Kedua peristiwa besar itu sama-sama berlabel “penting” dalam
pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Pers mahasiswa adalah sebuah lembaga penerbitan produk jurnalistik
yang dilakoni oleh mahasiswa. Dengan mengacu pada Kode Etik
Jurnalistik, UU No. 40 Tahun 1999, Pers mahasiswa memiliki kedudukan
yang sama sebagaimana pers mainstream di Indonesia khususnya. Kembali
ke Era Kolonial Belanda, memang belum ada pers mahasiswa karena pada
saat itu tidak ada perguruan tinggi. Tetapi pada 1908, muncul sebuah
organisasi dengan sebuah produk terbitannya.
Berawal dari gerakan sekumpulan mahasiswa yang dikirim berkuliah ke
Belanda sebagai akibat dari politik etis dan kembali lagi ke
Indonesia. Sekumpulan orang tersebut kemudian membentuk sebuah
organisasi bernama “Indische Vereniging” dengan produk terbitannya
majalah Hindia Poetra. Dalam pergerakannya, organisasi ini berupaya
menangkis Era Kolonial Belanda, salah satunya melalui majalah tersebut
yang berada di bawah manajemen Moch. Hatta. Berbagai tulisan kritis
terhadap pemerintahan Belanda saat itu dimuat di majalah tersebut.
Salah satunya tulisan Hatta yang mengkritisi praktik sewa tanah
industri gula Hindia-Belanda yang merugikan petani. Selain itu,
tulisan lainnya yang berisi kritikan terhadap volksraad, yaitu
parlemen yang dibuat Hindia Belanda agar sepenuhnya diubah menjadi
Parlemen Rakyat.
Seiring berjalannya waktu, Majalah Hindia Poetra berganti nama menjadi
Indonesia Merdeka, pada 1924. Kemudian pada 1925, Organisasi “Indische
Vereniging” berganti nama menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI) yang
diketuai oleh Soekiman Wirjosandjojo. Pada saat itu Indonesia Merdeka
menjadi media pertama yang menyuarakan kepada seluruh wilayah bekas
jajahan agar membentuk bangsa yang merdeka atas nama Indonesia.
Lima tahun usai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada Dekade
1950 atau dikenal dengan Era Demokrasi Liberal, Kemerdekaan Indonesia
diakui secara universal, baik nasional maupun internasional. Di decade
ini lah perguruan tinggi bermunculan sebagai bukti kemerdekaan dan
sebagai kebutuhan akan pendidikan di Negara merdeka. Artinya, jumlah
pers mahasiswa pun kian bertambah dan geliat pers mahasiswa bukan lagi
pada memperjuangkan kemerdekaan, melainkan mempertahankan kemerdekaan.
Di Tahun 1955, Konferensi Pers Mahasiswa Indonedia yang pertama
digelar dan melahirkan organisasi bernama Ikatan Wartawan Mahasiswa
Indonesia (IWMI) yang diketuai T Yacob dan Serikat Pers Mahasiswa
Indonesia (SPMI) dengan diketuai Nugroho Notosusanto sebagai
organisasi yang menghimpun pers-pers mahasiswa Indonesia. Selanjutnya,
Pada konferensi pers mahasiswa Indonesia yang kedua, pada 16-19 Juli
1958 menghasilkan peleburan antara kedua organisasi di atas menjadi
Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI). Konferensi diatas bertujuan
membentuk Negara Indonesia yang merdeka.
Dalam tulisan Agus Gussan Nusantoro tercantum bahwa pers mahasiswa
sempat mengikuti Konferensi Pers Mahasiswa Asia yang dihadiri beberapa
Negara Asia, diantaranya Indonesia, Jepang, Selandia Baru, Pakistan,
dan Filipina. Selain itu sempat diadakan pula kerjasama dengan Pusat
Informasi Mahasiswa Jepang serta Serikat Editor Kampus Filipina dalam
suatu bentuk perjanjian segi tiga.
Demikian sebagian dari banyak sejarah pergerakan pers mahasiswa dalam
upaya perbaikan negara, mulai dari usaha memerdekakan sampai pada
menjaga kemerdekaan Negara Republik Indosnesia. Mengawas pergerakan
pemerintah dari Rezim Demokrasi Liberal, Terpimpin hingga Orde Baru.
Konferensi Asia Afrika
Bandung menjadi pemikat 109 negara, pada waktunya perwakilan dari
ratusan negara itu akan berkumpul dalam satu ruangan di gedung
Konferensi Asia Afrika. Otomatis segala perbaikan infrastruktur
menjelang KAA bisa dikatakan adalah bentuk syukur atas perjuangan KAA
saat itu, karena saat Soekarno memutuskan Konferensi diadakan di
Indonesia, ia menyadari bahwa Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi.
Upaya pelaksanaan Konferensi Asia Afrika bertujuan untuk membangun
solidaritas Asia Afrika dan menghentikan masalah-masalah yang timbul
dari pertentangan ideologi Blok Barat (kapital) dengan Blok Timur
(Komunis). Pada masa itu memang ada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
tetapi nyatanya badan Internasional itu tidak dapat menyelesaikan
masalah-masalah tersebut. Karena hal itu, Soekarno segera memerintah
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo untuk mengusulkan Konferensi Asia
Afrika.
Kebetulan saat itu Ali Sastroamidjojo diundang oleh perdana menteri
Ceylon, Sir John Kotelawala dalam pertemuan informal dengan perdana
menteri Birma, India dan Pakistan. Dalam pertemuan itu, jejak
perjuangan KAA dimulai.
Pergerakan Pers mahasiswa dan Soekarno menjadi sebuah perjuangan yang
satu, yakni melepaskan Indonesia dari belenggu penjajah, menangkis
paham Blok Barat dan Blok Timur, serta menjunjung tinggi kemerdekaan.
Realitas pergerakannya, pers mahasiswa dengan Konferensi Pers
Mahasiswa Indonesia, Soekarno dengan Konferensi Asia-Afrikanya
0 komentar:
Posting Komentar