Banjir menggenangi seluruh ruas jalan Kampung Cikijing, Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kamis 19/6/2014. Persawahan pun ikut tergenang, sehingga pertanian di daerah setempat terganggu. (Foto: Dede Lukman Hakim) |
Jumat, 27 Juni 2014
Home »
» Getah Kahatek di Rancaekek
Getah Kahatek di Rancaekek
Bersahabat dengan banjir bukanlah pilihan,
tetapi hidup dengan banjir tak pula mereka hindarkan. Itulah yang dialami warga
Desa Linggar, Sukamulya, dan Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten
Bandung. Pembuangan limbah industri PT. Kahatek melalui Sungai Cikijing
menjadi penyebab utama banjir di desa tersebut.
Beberapa hari ini wilayah Bandung sering
diguyur hujan deras. Kampung Cikijing, Desa linggar RT 06/10, Kecamatan
Rancaekek sudah menjadi langganan banjir. Yayat Las, nama yang sering
disebut oleh warga Kampung Cikijing itu telah menyelesaikan kerjaannya sebagai
tukang las, ruangan persegi dengan tembok penuh noda hitam menjadi tempat
kerjaannya. Setiap setelah hujan deras Yayat menyaksikan orang-orang lewat
dengan celana tersingkil sambil memegang sepatu.
Lelaki berusia 52 tahun itu amat menyayangkan
musibah yang terjadi di kampungnya. Puluhan hektare sawah yang
terbentang di depan dan belakang tempat kerjanya kini menjadi ladang Eceng
Gondok, semak belukar dan sampah berserakan. “Dahulu sebelum ada Kahatek,
persawahan di sini adalah nomor satu di Kecamatan Rancaekek, ieu sawah
guludug (sawah tadah hujan, sawah yang sumber perairannya berasal dari air
hujan, Red-) dan sekarang menjadi hamparan eceng gondok dari Kampung
Cikijing sampai Cipasir,” terangnya dengan nada rendah.
Sebelumnya, bila terjadi hujan deras air akan
bermuara di Situ Cimungkal, Kabupaten Sumedang, sehingga tidak pernah terjadi
banjir di kampung ini. Namun sejak 1979 situ tersebut dibangun menjadi
perusahaan bernama Jaya Sagara yang sekarang PT.
Kahatek. Keadaan pun berubah, air hujan kini mengalir ke Kampung Cikijing bersamaan dengan limpahan limbah Kahatek.
Imbasnya, banjir tidak bisa dihindarkan oleh warga setempat.
Selang beberapa menit, tiba seorang lelaki
bersepatu boot beranjak dari banjir. Noda coklat melekat di baju lengan
panjangnya, aroma tubuh yang khas pegawai bangunan menandakan dia yang sudah
pulang dari pekerjaannya. Bibir sedikit tertutup oleh kumis seraya tersenyum
memberi sapa. Namanya Surya (59), dia mengeluhkan aliran sungai yang
dijadikan tempat pembuangan limbah produksi Kahatek.
“Limbah yang dibuang ke aliran sungai berupa
cairan celup berwarna dan gumpalan banyak karung. Sekali beko (Eskavator, Red-)
mengeruk, beribu karung didapat. Bahkan tahun kemarin alat berat
itu tidak bisa maju akibat banjir dan padat limbah karena hujan dadakan,”
paparnya menggebu dengan badan tegap.
Pelebaran sungai pernah dilakukan untuk
mengurangi banjir, tetapi asa masih mengambang. Ibarat
membuat botol, pelebaran sungai yang menyusuri desa Linggar, Sukamulya dan
mungganglah yang dilebari. Kesananya aliran sungai di Kampung
Paneureusan, Rancabeureum tetap sempit, akibatnya air mampet beriringan dengan
limbah PT. Kahatek.
Tak Lagi
Jadi Gudang Padi
Desa Linggar merupakan gudang padi untuk
Kecamatan Rancaekek sebelum PT. Kahatek itu berdiri. Tapi kini menjadi gudang
eceng gondok yang tak diurus. Para petani pun kehilangan pekerjaannya, terlebih
lagi kini sudah tidak memiliki saluran air bersih. Limbah Kahatek berupa cairan
celup berwarna hitam, merah dan hijau berpotensi tinggi merusak tanah
persawahan. Semakin lama dibiarkan akan menjadi lumpur dan akhirnya mengeras.
Soal pertanian, Ahyar (73) bagian dari
anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) tak segan bercerita terkait upaya
yang pernah ditempuh dengan pemerintah setempat. Berjalan ditengah banjir harus
dilewati untuk menuju kediaman Ahyar. Setelah berjalan sekitar seratus meter,
terlihat segerombolan anak tanpa mengenakan baju. Mereka asik bermain dengan
banjir, menunggangi satu ban dalam berdiameter sekitar satu meter. Seolah
banjir sudah bersahabat dengan mereka, kaki yang baru sebesar buah singkong itu
sibuk mengocok air dengan lincahnya.
Setiba di rumahnya, Ahyar yang berdiri sambil
memegang secangkir air mempersilahkan masuk dan menjelaskan ihwal upaya-upaya
yang pernah dilakukan untuk mengatasi banjir. Masalah pertanian sampai sekarang
tidak produksi dikarenakan limbah dari Kahatek. “Pernah ada pertemuan dengan
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) pada Tahun 2007 dan
menghasilkan solusi diantaranya mengenai aturan pembuangan limbah. Sayangnya
aturan itu sebatas sampai di lembar kertas saja, hingga sekarang Kahatek masih
saja membuang limbah ke perkampungan warga paparnya.
Sebelum Pemilu Calon Legislatif (Caleg),
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) bersama masyarakat dan gubernur
melakukan pemeriksaan di Desa Linggar, Sukamulya dan Bojongloa. Pemeriksaan
berlansung dari pukul 12 siang hinga pukul 6 sore. Alhasil tanah seluas sekitar
416 hektare diganti rugi dengan Rp.132 miliyar.
“Dari desa yang layak ditanami padi,
sukamulya paling seperempatnya, Linggar seperempatnya sedangkan Bojongloa
hancur semua dan tidak bisa ditanami padi,” pungkasnya bernada datar. Terbesit
kekhawatiran bagaimana nasib warga di beberapa tahun kemudian, karenanya Ahyar
mengharapkan pertanian Kecamatan Rancaekek agar dapat diatasi secepatnya.
Namun, Kapan masalah ini akan selesai?
0 komentar:
Posting Komentar